Pernah suatu waktu, bersama kawan-kawan tercinta, aku menghadiri sebuah seminar pendidikan politik, yach begitulah yang dikoar-koarkan, pendidikan politik. Tapi, siapa sich yang nggak tau kalo seminar itu adalah ajang kampanye parpol. Sahkah? Sah-sah saja menurutku. Para pembicara seminar datang dari 4 parpol yang berbeda. Jadi ingat perbincangan antara aku dan Bapak sepulangnya menghadiri acara seminar tersebut. Beliau bertanya padaku, adakah di antara wakil-wakil parpol tersebut yang pantas menjadi pemimpin di pemerintahan kita. Dengan tegas aku katakan pada Bapak,
“Tidak ada, Pak”
Begitulah adanya. Seminar besar yang diisi oleh para pembesar ternyata hanya menjadi ajang saling membanggakan golongan dan menjatuhkan golongan lain. Dapat sesuatukah kami dari seminar itu? Dapat koq, “to know the good things, sometimes we need to know the bad things, right?” J
Hari penentuan oleh siapa dan akan dibawa kemana Indonesia, tanah air kita tercinta ini, tinggal menghitung hari.
Ingin golput saja rasanya. Tapi teringat pesan Ibu, jadilah warga negara yang baik, salah satunya adalah mendukung atau berpartisipasi dalam pencoblosan mendatang. Kalau golput, nanti dibilang bukan warga negara yang baik. Gimana dong?
Tapi jujur, semakin mendekati hari eksekusi, aku semakin muak melihat semakin gencarnya para calon wakil rakyat memajang foto-foto mereka, membualkan visi misi mereka, dan menebar kebaikan sesaat. Aku semakin muak melihat semakin banyaknya iklan-iklan di televisi oleh calon presiden yang hanya memberikan janji-janji gombal. Muak!!!
Intinya, problematika yang dihadapi bangsa kita sudah terlalu complex… Kita perlu pemimpin yang tidak mementingkan diri sendiri, pemimpin yang peduli, dan bersedia melakukan apa saja untuk rakyatnya… Mungkin Bapak benar saat mengatakan,
“Hanya pemimpin setingkat Nabi yang bisa membangunkan bangsa kita dari mimpi buruk yang berkepanjangan,”
(Mega Aisyah)